Manusia sebagai pengemban alam
ditugaskan oleh Allah Swt untuk mengendalikan alam dengan akalnya.
Dalam pengalaman sejarah manusia mengalami dua pengalaman hidup yaitu
pertama, manusia dikendalikan oleh alam seperti banjir, gempa tanah
longsor dan lain sebagainya. Dan yang kedua alam dapat dikendalikan
oleh manusia lalu menjadi teman dalam kehidupan insani seperti hujan
deras diantisipasi dengan payung, tanah yang gersang dapat ditata
menjadi subur, dan lain sebagainya. Terlepas dari itu, dunia ilmiah
sangat dekat dengan dunia petualangan alam bebas. Dan tentu saja
didunia petualangan tersebut memerlukan kecakapan dan keahlian yang
tidak diajarkan dikurikulum fakultas atau universitas. Menjadi seorang
speleolog, biolog, geolog atau yang lainnya tak cukup hanya lulus
sarjana atau pascasarjana lalu meraih gelar doctor dengan mengandalkan
studi pustaka dan penelitian dilaboratorium kampus. Berkutat
dilaboratorium hanyalah muara dari serangkaian penelitian. Hulunya
adalah dengan penelitian terjun langsung dialam bebas, untuk menemukan
kemungkinan-kemungkinan baru dalam pengkayaan ilmu pengetahuan. Bumi
ini masih memiliki kekayaan alam yang belum terdeteksi oleh sebagian
orang, karena berada dipedalaman hutan.
Untuk
itu tugas para ilmuwanlah untuk menggali rahasia itu. Untuk mengetahui
rahasia dan manfaat alam bagi kehidupan manusia dan ilmu pengetahuan,
para ilmuwan peneliti tadi mesti menjangkau habitat asli mereka.
Meskipun harus menuruni tebing nan curam seperti yang dilakukan Jean
Francois Pernette dan Alan Warild untuk bisa mencapai pintu sebuah goa
disebuah hutan sub tropis dipulau Madre de Dios (Mother of God) yang
mana pada saat itu dipinggang Jean Francois tergantung belasan
carabiner yang satu diantaranya terkait pada sebuah tali kernmantle,
menuruni tebing yang licin dan berlumut. Itu hanyalah sebagian
permulaan dari ekspedisi yang lebih sulit lagi. Para ilmuwan peneliti
struktur bebatuan gua itu masih akan mengalami petualangan lebih seru,
didalam goa yang punya kedalaman 1200 kaki. Disalah satu gua terdalam
dimuka bumi itu, lagi-lagi mereka harus menguras kecakapan Caving
(teknik menyusuri gua) dan menuruni dinding dengan teknik rappling.
Enam puluh tahun sebelum itu tepatnya tahun 1936, ditanah Papua seorang
manajer umum perusahaan minyak Belanda dekat Sorong, Dr.A.H.Colijn
yang juga seorang petrolog (ahli minyak bumi) dan geolog asal Belanda
Dr.J.J Dozy melakukan ekspedisi ilmiah yang juga memerlukan keahlian
bertahan dialam itu, naik turun lembah dan sesekali memanjat tebing
yang akhirnya menemukan bijih tembaga dikawasan dinding Timur Gletser
Morianne. Penemuan itu menjadi cikal bakal industri tembaga dipulau
papua. Itu hanya sebagian kecil kisah sorang ilmuwan dalam kehidupan
manusia dan mugkin masih banyak lagi. Mereka menyadari, bahwa
profesinya kelak perlu didukung oleh kemampuan-kemampuan teknis
berpetualang dibelantara alam dan mengunjungi tempat-tempat yang sangat
jarang bahkan mungkin belum pernah dikunjungi oleh manusia lain. Sejak
dini mereka sadar bahwa jika ingin menjadi ilmuwan peneliti kelak
mereka harus memanjat dan menuruni tebing, mendaki gunung, berkawan
dengan belantara berlayar disungai-sungai pedalaman sampai menyelam
kedasar lautan. Sayangnya semua keahlian itu tak didapatkan dikurikulum
fakultas atau universitas. Seperti menguasai teknik Rock Climbing,
Rappling, Caving, Scuba Diving, Hiking dan Junggle Surviving (bertahan
hidup dialam bebas) dengan bebagai tingkat kesulitan, maka mengikuti
pelatihan dan aktif dalam organisasi kepencintaalaman jadi sebuah
pilihan alternative.
http://riahamada.blogspot.com/2011/04/manfaat-alam-bagi-kehidupan-manusia-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar